“Atlantis The Lost Continents
Finally Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi
Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di
Indonesia (?!). Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu
itu adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang
sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam
ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang
Kuasa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran
terus pula dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah
dicapai oleh bangsa Atlantis itu.
Pencarian dilakukan di Samudera
Atlantik, Laut Tengah, Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama
sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang
diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos yang ahli
Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan karena
dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah
Indonesia, katanya..
Prof. Santos mengatakan bahwa dia
sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini. Ilmu
yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu Geologi,
Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan Comparative
Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu yang lalu
ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites di
Internet, dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi
sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan
Indonesia secara efektif ke dunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun
dari Pemerintah RI.
Plato pernah menulis tentang
Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia Barat (Western
World). Sampai saat ini belum dapat dideteksi apakah sang ahli falsafah ini
hanya menceritakan sebuah mitos, moral fable, science fiction, ataukah
sebenarnya dia menceritakan sebuah kisah sejarah. Ataukah pula dia menjelaskan
sebuah fakta secara jujur bahwa Atlantis adalah sebuah realitas absolut ?
Plato bercerita bahwa Atlantis
adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of all
civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran,
perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan
kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.
Warga Atlantis yang semula
merupakan orang-orang terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius.
Yang kuasa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung
berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan
seluruh benua itu.
Kisah-kisah sejenis atau mirip
kisah Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi, ternyata
juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia,
yang diceritakan dalam bahasa setempat. Menurut Santos, ukuran waktu yang
diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan
berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan
gempa yang sangat hebat.
Bencana ini menyebabkan punahnya
70% dari species mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua
species manusia : Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir
itu, pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu
dengan semenanjung Malaysia dan benua Asia.
Posisi Indonesia terletak pada 3
lempeng tektonis yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi
mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina
yang merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.
Gunung utama yang disebutkan oleh
Santos, yang memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau
dan ‘sebuah gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang
disebut-sebut (dalam kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung
Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani.
Bencana alam beruntun ini menurut
Santos dimulai dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh
gunung itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang
jadinya memisahkan pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami
dengan gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi
dataran-dataran rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara
Jawa dan Kalimantan, dan antara Sumatera dan Kalimantan. Abu hasil letusan
gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke
seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman
Es Pleistocene) .
Abu ini kemudian turun dan menutupi
lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas
matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropah
kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk
Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air
laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di
Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi
dan puncak-puncak gunung berapi.
Tekanan air yang besar ini
menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua, yang
selanjutnya menimbulkan letusan-letusan gunung berapi selanjutnya dan gempa
bumi yang dahsyat. Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara
dramatis.
Dalam bukunya Plato menyebutkan
bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu.
Padahal zaman pada waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara
menyeluruh adalah kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.
Lokasi yang bermandi sinar matahari
pada waktu itu hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.
Plato juga menyebutkan bahwa luas
benua Atlantis yang hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan
Asia Kecil digabung jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan
Indonesia ditambah dengan luas Laut China Selatan.
Menurut Profesor Santos, para ahli
yang umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia
berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di
bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.
Walau dikisahkan dalam bahasa
mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang
merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk
Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah
Aryan dan Dravidas.
Semua suku bangsa ini sebelumya
berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu, yang kemudian menyebar ke seluruh
Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di
Indonesia mereka menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang
menumbuhkan pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh.
Ini terjadi pada zaman Pleistocene.
Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga
tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia, metal berbagai
jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif,
istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar
lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang sekaya ini (!). Ketika bencana
yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130
meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia
Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika.
Suku Aryan yang bermigrasi ke India
mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya juga
mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut
ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara.
Di tempat-tempat baru ini mereka
kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar
budaya mereka.
Catatan terbaik dari tenggelamnya
benua Atlantis ini dicatat di India melalui tradisi-tradisi cuci di daerah
seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris
dari budaya yang tenggelam tersebut.
Suku Dravidas yang berkulit lebih
gelap tetap tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan
timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian,
pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan
abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa dapat ditelusur
berasal dari Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat
maju dipandang dari gramatika dan semantik. Contohnya adalah abjad. Semua abjad
menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu merupakan bagian
yang integral dari Indonesia.
Dari Indonesialah lahir bibit-bibit
peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir,
Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan
lain-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis
diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule,
Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.
Itulah ringkasan teori Profesor
Santos yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya
berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis,
dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan Profesor Santos
dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’.
Terlepas dari benar atau tidaknya
teori ini, atau dapat dibuktikannya atau tidak kelak keberadaan Atlantis di
bawah laut di Indonesia, teori Profesor Santos ini sampai saat ini ternyata
mampu menarik perhatian orang-orang luar ke Indonesia. Teori ini juga disusun
dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas.
Kalau ada yang beranggapan bahwa
kualitas bangsa Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat
dikatakan sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu,
maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu
lebih dari sepuluh ribu tahun. Contoh kecilnya, ya perbandingan yang sangat
populer tentang orang Malaysia dan Indonesia; dimana 30 tahunan yang lalu
mereka masih belajar dari kita, dan sekarang mereka relatif berada di depan
kita.
Allah SWT juga berfirman bahwa
nasib manusia ini memang dipergilirkan. Yang mulia suatu saat akan menjadi
hina, dan sebaliknya. Profesor Santos akan terus melakukan penelitian lapangan
lebih lanjut guna membuktikan teorinya. Kemajuan teknologi masa kini seperti
satelit yang mampu memetakan dasar lautan, kapal selam mini untuk penelitian
(sebagaimana yang digunakan untuk menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam
peralatan canggih lainnya diharapkannya akan mampu membantu mencari bukti-bukti
pendukung yang kini diduga masih tersembunyi di dasar laut di Indonesia.
Apa yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dan bangsa Indonesia ? Bagaimana pula pakar Indonesia dari berbagai
disiplin keilmuan menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke
posisi sangat terhormat : sebagai asal usul peradaban bangsa-bangsa seluruh
dunia ini ?
Coba kita renungkan penyebab
Atlantis dulu dihancurkan : penduduk cerdas terhormat yang berubah menjadi
ambisius serta berbagai kelakuan buruk lainnya (mungkin ‘korupsi’ salah
satunya). Nah, salah-salah Indonesia sang “mantan Atlantis” ini bakal kena
hukuman lagi nanti kalau tidak mau berubah seperti yang ditampakkan bangsa ini
secara terang-terangan sekarang ini.